KELOMPOK 12
MATERI
PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA
MAKALAH
Di ampuh oleh : Nurjaman M. Pd.I
Disusun Oleh:
O’o Aryanto 170641152
Rima Septiani 170641144
KELAS : SD17-A5
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMDIYAH CIIREBON
CIREBON
2017/2018
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Seperti yang kita ketahui,semua Negara pasti mempunyai peraturan-peraturan dan hukum,dan begitu juga dengan Negara Indonesia. Negara Indonesia adalah Negara hukum, yang mempunyai peraturan-peraturan hukum, yang sifatnya memaksa seluruh masyarakat atau rakyat Indonesia harus patuh terhadap peraturan-peraturan atau kebijakan-kebijakan hukum di Indonesia bahkan juga memaksa orang asing yang berada di wilayah Indonesia untuk patuh terhadap hukum yang ada di Negara indonesia.dan Negara pun membentuk badan penegak hukum guna mempermudah dalam mewujudkan Negara yang adil dan makmur. Tetapi tidak dapat dipungkiri di Negara kita masih banyak kesalahan dalam menegakan hukum di Negara kita. Dan masih banyak juga ketidak adilan dalam melaksanakan hukum yang berlaku. Tetapi, itu bukanlah salah dalam perumusan hukum,melainkan salah satu keteledoran badan-badan pelaksana hukum di Indonesia.
Akibat dari keteledoran tersebut banyak sekali pelangaran-pelangaran hukum,dan pelangar-pelangar hukum yang seharusnya di adili dan dikenakan sangsi yang seharusnya,malah dibiarkan begitu saja.dan hal ini sangat berdampak buruk bagi masa depan Negara ini. Oleh karena itu kita akan membahas apa bagaimana penegakan hukum yang adil dan bagaimana upaya-upaya penegakan hukum di Negara kita ini untuk memulihkan atau membentuk Negara yang memiliki hukum yang tegas dan sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Karena masalah tersebut merupakan masalah yang sangat serius yang harus dipecahkan,guna menciptakan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.dan dalam menegakkan hukum di Indonesia.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian hukum dan tujuan hukum?
2. Apa itu Penegakan hukum yang akuntabel?
3. Apa tujuan penegakan hukum?
4. Apa Landasan penegakan hukum?
5. Apa pengaruh politik dalam penegakan hukum?
C. TUJUAN MASALAH
1. Untuk mengetahui pengertian hukum dan tujuan hukum?
2. Untuk mengetahui Penegakan hukum yang akuntabel?
3. Untuk mengetahui tujuan penegakan hukum?
4. Untuk mengetahui Landasan penegakan hukum?
5. Untuk mengetahui pengaruh politik dalam penegakan hukum?
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN HUKUM DAN TUJUAN HUKUM
1. Pengertian Hukum
Hukum sebagai objek “Ilmu hukum” harus dapat didefinisikan atau mempunyai definisi , yang berfungsi untuk memberikan suatu orientasi yang jelas dan tegas tentang disiplin ilmu yang dinamai ilmu hukum. Untuk itu berikut ini akan dikemukakan berbagai ahli dalam memberikan definisi tentang hukum dan definisi hukum menurut pemahaman ilmu hukum penulis. Menurut Grotius pada tahun 1962 dalam “De Belli ac Facis” mengatakan hukum adalah peraturan tentang perpuatan moral yang menjamin nilai-nilai keadilan. Menurut Van Vollenhoven dalam tulisannya “Het adatrecht van Nederland Indie” mengemukakan bahwa hukum adalah suatu gejala dalam pergaulan hidup yang bergejolak terus menerus dalam keadaan saling ber benturan dengan gejala-gejala lainnya.
Menurut Immanuel Kant mengemukakan bahwa hukum adalah keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini kehendak bebas dari orang yang satu dapat meyesuaikan diri dengan kehendak bebas dari orang lain. Menurut J, van kant dalam bukunya “ Inleiding tot de Reschtsweten schap” mengemukakan bahwa hukum adalah keseluruhan ketentuan – ketentuan kehidupan yang bersifat memaksa yang melindungi kepentingan – kepentingan masyarakat.
Menurut von jhering dalam bukunya “Reine Rechtslehre” mengatakan bahwa hukum adalah keseluruan kaidah- kaidah yang memaksa yang berlaku dalam suatu negara. Menurut Kelsen dalam bukunya “Reine Rechtslehre” menyatakan bahwa hukum adalah terdiri dari suatu kaedah – kaedah menurut mana orang yang harus berlaku.
2. Tujuan hukum
Dokrin tentang tujuan hukum semula banyak dilontarkan oleh ahli filsafat hukum , sehingga ada pandangan yang menyatan para filsufis hukumlah yang menggas pemikiran tenang apa tujuan hukum itu. Ahli hukum telah mencoba merumuskan prinsip – prinsip umum tentang tujuan hukum , yang sudah lazim di dengar yaitu adalah keadilan , kemanfaatan atau kefaedahan dan kepastian.
Maka dikemukanan bebeapa filsuf sebagai berikut, merurut van kan j, mengemukakan bahwa tujuan hukum adalah untuk melindungi kepentingan – kepentingan orang semata – semata dalam suatu masyarakat. Menurut Belleforn j.h.p mengatakan bahwa tujuan hukum adalah menambah kesejateraan umum atau kepentingan umum yaitu kesejateraan atau kepentingan semua anggota anggota dalam suatu masyarakat.
B. PENEGAKAN HUKUM YANG AKUNTABEL
Penegakan hukum yang akuntabel (bertanggung jawab) dapat diartikan sebagai suatu upaya pelaksanaan penegakan hukum yang dapat dipertanggungjawabkan kepada publik, bangsa dan negara yang berkaitan terhadap adanya kepastian hukum dalam sistem hukum yang berlaku, juga berkaitan dengan kemanfaatan hukum dan keadilan bagi masyarakat. Proses penegakan hukum memang tidak dapat dipisahkan dengan sistem hukum itu sendiri. Sedang sistem hukum dapat diartikan merupakan bagian-bagian proses/tahapan yang saling bergantung yang harus dijalankan serta dipatuhi oleh penegak hukum dan masyarakat yang menuju pada tegaknya kepastian hukum.
Untuk membentuk dan membangun sistem penegakan hukum yang akuntabel perlu melibatkan seluruh stakeholder dan yang terpenting adalah dukungan pemerintahan yang bersih (clean government). Dukungan pemerintahan yang bersih dalam membangun penegakan hukum yang akuntabel harus total, karena penegakan hukum adalah bagian dari sistem hukum pemerintahan. Pemerintah harus berada di garda terdepan dalam penegakan hukum untuk memberikan harapan kepada masyarakat atas kepastian hukum. Sebagai penyelenggara negara, Presiden harus dapat menjaminkemandirian dan independensi para penegak hukum dalammelaksanakan tugasnya.
Reformasi hukum dalam konteks ini menjadi salah satubagian penting dari agenda penataan dan perombakan negeriini. Reformasi hukum merupakan jawaban terhadapbagaimana hukum di Indonesia diselenggarakan dalamkerangka pembentukan negara hukum yang dicita-citakan. Hukum mengemban fungsi ekspresif yaitu mengungkapkanpandangan hidup, nilai-nilai budaya dan nilai keadilan. Selain itu hukum mengemban fungsi instrumental yaitusebagai sarana untuk menciptakan dan memelihara ketertiban, stabilitas dan prediktabilitas, sarana untukmelestarikan nilai-nilai budaya dan mewujudkan keadilan, sarana pendidikan serta pengadaban dan pembaharuan masyarakat. Dalam sistem politik yang demokratis, hukumharus memberi kerangka struktur organisasi formal bagi bekerjanya lembaga-lembaga negara, menumbuhkan akuntabilitas normatif dan akuntabilitas publik dalam proses pengambilan keputusan politik, serta dapat meningkatkan kapasitasnya sebagai sarana penyelesaian konflik politik.
C. TUJUAN PENEGAKAN HUKUM
Pada hakekatnya tujuan penegakan hukum adalah untuk mewujudkan apa yang hendak dicapai oleh hukum. Teguh Prasetyo, mengatakan bahwa tujuan hukum itu adalah mencapai keseimbangan agar hubungan yang ditimbulkan oleh kepentingan masyarakat tidak terjadi kekacauan.Selanjutnya menurut beliau bahwa tujuan hukum secaraumum adalah untuk mencapai keadilan. Hal demikian dikatakan oleh Gustav Radbrugh sebagaimana dikutip Teguh Prasetyo, bahwa tujuan hukum mencapai tiga hal yakni, kepastian hukum, keadilan dan daya guna.
Jika dilihat, sebenarnya esensi dari tujuan hukumtersebut adalah terletak pada keadilan. Yang menjadi persoalan dalam penegakan hukum adalah seringkali perihal adil menjadi sangat relatif. Dengan kata lain adil menurut seseorang, belum tentu adil menurut orang lain. Sehingga disinilah hukum memainkan peranannya. Atau bisa dikatakan bahwa penafsiran hukum sangat diperlukan dalam melihat suatu kasus hukum, agar tujuan hukum yakni kepastian, keadilan dan daya guna dapat tercapai tanpa diskriminasi.
Melihat perkembangan penegakan hukum di Indonesia, sebagian besar proses pelaksanaannya masih bersifat kaku.dengan hal ini pula, Satjipto Rahardjo mengatakan bahwa hukum itu berevolusi mulai dari hukum otoriter dan berpuncak pada hukum progresif. Dengan demikian penegak hukum dalam upaya penegakan hukum seharusnya lebih cermat dalam memahami hukum secara luas dan mendalam demi mencapai keadilan.
D. LANDASAN PENEGAKAN HUKUM
Apabila kita cermati, kondisi penegakan hukum di negarahukum Indonesia yang secara konsepsional menjunjung tinggi supremasi hukum, maka dapat dikatakan bahwa masih jauh dari kenyataan. Masih pantaskah kita bicara dan mengklaim bahwa kita menjunjung tinggi supremasi hukum.
Sementara merebaknya penyimpangan terhadap hukum dalam berbagai bentuk korupsi, kolusi, nepotisme, kekerasan, kerusuhan yang didalamnya diikuti dengan penganiayaan, pembunuhan, pencurian, pemerkosaan, pada semua tingkat atau level masyarakat adalah bukti buruknya tingkat kepercayaan warga masyarakat terhadap pemerintah dan penegak hukum. Pelanggaran moral, etika, hukum adalah suatu pandangan yang lazim dan diterima apa adanya oleh warga masyarakat, tanpa mendiskusikannya lagi dengan sesama warga. Apalagi kalau yang melakukan itu mereka yang tergolong dalam kategori “orang yang sukses” dalam mengumpul harta dan mempunyai kedudukan pangkat.
Landasan penegakan hukum yang dapat menjawab tuntutan masyarakat haruslah hukum yang responsif. Dalam pengertian bahwa penegakan hukum masih diartikan sebagai penegakan undang-undang semata. Sehingga demi mencapai target, keadilan prosedural dijadikan sebagai senjata utama dalam proses penegakan hukum. Berkaitan dengan hal ini, Philippe Nonet dan Philip Zelsnick menawarkan konsep hukum responsif dimana hukum adalah untuk masyarakat, peka terhadap perubahan sosial, dan mengedepankan keadilan substansial walaupun masih terdapat beberapa kelemahan juga. Menurut Philippe Nonet dan Philipe Zelsnick, bahwa hukum yang baik seharusnya menawarkan sesuatu yang lebih daripada sekedar keadilan prosedural. Selanjutnya dikatakan bahwa hukum yang baik harus berkompeten dan juga adil. Hukum semacam itu seharusnya mampu mengenali keinginan publik dan punya komitmen bagi tercapainya keadilan substantif. Sejalantidak maka hukum akan kehilangan rohnya. Moral dan keadilan adalah merupakan rohnya hukum.
Reformasi hukum haruslah melihat kembali pada tatanan moralitas yang hidup, tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Suara-suara rakyat dari bawah haruslah sudah tiba waktunya untuk disahuti, dengan merumuskan dalam berbagai kebijakan yang dituangkan dalam produk pembangunan hukum.Perkembangan hukum tercermin dalam tipe-tipe hukum yang dikembangkan oleh penguasa negara melalui tiga tipe perkembangan hukum, yaitu :
1. Hukum Represif
2. Hukum Otonom
3. Hukum Responsif
Hukum Represif, adalah hukum sebagai alat kekuasaanrepresif dari penguasa negara atau rezim yang berkuasa dalam pemerintahan. Hukum dikembangkan sebagai bagiandari sistem kekuasaan absolut yang bertujuan untuk mempertahankan kekuasaan status quo dimana hukum represif keras dan terperinci bagi rakyat akan tetapi lunak mengikat para pembuat peraturan dan penguasa negara karena hukum tunduk pada politik kekuasaan. Tuntutan patuh bersifat mutlak dan ketidakpatuhan rakyat dianggap sebagai penyimpangan perilaku yang ditindas dengan kejam.
Kritik terhadap penguasa negara dianggap sebagai ketidaksetiaan. Tipe ini justru membawa hukum tidak mampu menghadapi tekanan kekuasaan dari negara,khususnya rezim yang berkuasa dan menjadikan hukumhanya sebagai instrumen “keamanan” dengan implikasi pada pilihan hukum dalam konteks machstaat. Hukum Otonom adalah hukum sebagai pranata yang mampu menetralisasikan represif penguasa negara dan melindungi integritas hukum itu sendiri. Pada tipe ini hukum bertujuan untuk membatasi kesewenang-wenangan, baik dalam mempertahankan atau mengubah kekuasaan status quo. Tipe ini tidak mempersalahkan dominasi kekuasaan dalam orde yang ada maupun orde yang akan dicapai.
Hukum otonom merupakan model hukum “the rule of law” dalam bentuk liberal klasik. Legitimasi hukum dalam hukum otonom terletak pada kebenaran prosedural. Hukum bebas dari pengaruh politik sehingga terdapat pemisahan kekuasaan. Namun kesempatan untuk berpartisipasi dalam pembangunan dan pemerintahan bagi warga negara dibatasi oleh tata cara yang sudah mapan.
Hukum Responsif yaitu hukum sebagai suatu sarana untuk menanggapi ketentuan-ketentuan sosial dan aspirasiaspirasi masyarakat. Pada tipe ini hukum dikembangkan sebagai sistem supremasi judicial, dimana menempatkan prinsip the rule of lawsebagai konsekuensi paham rechtstaat.
Artinya hukum yang dikembangkan mempunyai sasaran kebijakan dan penjabaran yuridis dari reaksi kebijakan yang diambil oleh pemerintah serta pentingnya partisipasi kelompok dan pribadi-pribadi yang terlibat dalam penentuan kebijakan negara. Tipe hukum ini sebenarnya mengarahkanpada perwujudan nilai-nilai yang terkandung dalam cita-cita dan kehendak politik serta kehendak yuridis seluruh masyarakat. Nilai-nilai tersebut tidak dapat dianggap sebagai data politik yang dapat dibaca pada penjelasan kebijaksanaan pemerintah, akan tetapi nilai-nilai ini harus tercermin secara jelas dalam praktek penggunaan dan pelaksanaan hukum, sehingga dalam penghayatannya nilai-nilai ini mampu memberi arah pada kehidupan politik dan hukum.
E. PENGARUH POLITIK DALAM PENEGAKAN HUKUM
Satjipto Rahardjo mengatakan bahwa kalau kita melihat hubungan antara subsistem politik dengan subsistem hukum, akan tampak bahwa politik memiliki konsentrasi energi yang lebih besar sehingga hukum selalu berada pada posisi yang lemah. Mencerna pernyataan ini, maka akan ditangkap suatu perspektif bahwa dalam kenyataan empirik, politik sangat menentukan bekerjanya hukum.
Pengaruh politik dalam berhukum, berarti berlaku juga pada penegakan hukumnya, karakteristik produk-produk hukum, serta proses pembuatannya. Hal diatas dapat dilihat dalam fakta berhukum sepanjang sejarah Indonesia. Pelaksanaan fungsi dan penegakan hukum tidak selalu seiring dengan perkembangan strukturnya. Hal ini akan tampak jelas jika ukuran pembangunan hukum di Indonesia adalah unifikasi dan kodifikasi hukum, maka pembangunan struktur hukum telah berjalan dengan baik dan stabil. Karena dari waktu ke waktu produktifitas perundang-undanganmengalami peningkatan. Namun dari sisi yang lain, dari segi fungsi hukum telah terjadi kemerosotan.
Struktur hukum dapat berkembang dalam kondisikonfigurasi politik apapun dengan ditandai keberhasilan pembuatan kodifikasi dan unifikasi hukum sebagaimana tampak dalam Program Legislasi Nasional. Tetapi pelaksanaan fungsi atau penegakan fungsi hukum cenderung lemah sekalipun produk hukum yang dihasilkan jumlahnya secara kuantitatif meningkat, tetapi substansi dan fungsi hukumnyapun tidak selalu meningkat atau sesuai dengan aspirasi masyarakat. Terjadi ketidaksinkronan antara struktur hukum dengan fungsi hukum sebagaimana disebut diatas yang disebabkan oleh karena intervensi atau gangguan dari tindakan-tindakan politik. Pada akhirnya hukum kadang tidak (dapat) ditegakkan karena adanya intervensi kekuasaan politik.
Konsep konfigurasi politik demokratis dan/atau konsep otoriter ditentukan berdasarkan tiga indikator, yaitu sistem kepartaian dan peranan lembaga perwakilan rakyat atau parlemen, dominasi peranan eksekutif dan kebebasan pers. Sedangkan konsep hukum responsif diidentifikasi berdasarkan proses pembuatan hukum, pemberian fungsi hukum, dan kewenangan menafsirkan hukum. Untuk selanjutnya pengertian secara konseptual dirumuskan sebagai berikut:
1. Konfigurasi politik demokratis adalah konfigurasi yang membuka ruang bagi partisipasi masyarakatuntuk terlibat secara maksimal dalam menentukaN kebijakan negara. Konfigurasi politik demikianmenempatkan pemerintah lebih berperan sebagai organisasi yang harus melaksanakan kehendak masyarakatnya, yang dirumuskan secara demokratis. Oleh karena itu badan perwakilan rakyat dan partai politik berfungsi secara proporsional dan lebih menentukan dalam pembuatan kebijakan negara. Pers terlibat dalam menjalankan fungsinya dengan bebas tanpa ancaman pembredelan atau tindakan kriminalisasi lainnya.
2. Konfigurasi politik otoriter adalah konfigurasi politik yang menempatkan pemerintah pada posisi yang sangat dominan dengan sifat yang intervensionisdalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan negara, sehingga potensi dan aspirasi masyarakat tidak teragregasi dan terartikulasi secara proporsional. Bahkan dengan peran pemerintah yang sangat dominan, badan perwakilan rakyat dan partai politik tidak berfungsi dengan baik dan lebih merupakan alat untuk justifikasi atas kehendak pemerintah, sedangkan pers tidak memiliki kebebasan dansenantiasa berada di bawah kontrol pemerintahdalam bayang-bayang pembredelan.
3. Produk hukum responsif atau otonom adalah karakter produk hukum yang mencerminkanpemenuhan atas aspirasi masyarakat, baik individumaupun berbagai kelompok sosial, sehingga secaramasyarakat. Lembaga peradilan dan peraturan hukum berfungsi sebagai instrumen pelaksana bagi kehendak masyarakat, sedangkan rumusannyabiasanya cukup diperinci sehingga tidak terlaluterbuka untuk ditafsirkan dan diinterpretasikanberdasarkan kehendak dan visi penguasa/pemerintah secara sewenang-wenang.
4. Produk hukum konservatif atau ortodoks adalah karakter produk hukum yang mencerminkan visi politik pemegang kekuasaan negara yang sangat dominan, sehingga dalam proses pembuatannya tidak akomodatif terhadap partisipasi dan aspirasi masyarakat secara sungguh-sungguh. Prosedur pembuatan yang dilakukan biasanya hanya bersifat formalitas. Di dalam produk hukum yang demikian, biasanya hukum berjalan dengan sifat positivitis instrumentalis atau sekedar menjadi alat justifikasi bagi pelaksanaan ideologi dan program pemerintah. Rumusan materi hukumnya biasanya bersifat pokokpokok saja sehingga penguasa negara dapat menginterpretasikan menurut visi dan kehendaknya sendiri dengan berbagai peraturan pelaksanaan.relatif lebih mampu mencerminkan rasa keadilan di dalam masyarakat. Proses normatifikasinya mengundang secara terbuka partisipasi dan aspirasi.
BAB III
PENUTUP
A.KESIMPULAN
Masalah penegakan hukum di Indonesia merupakan masalah yang sangat serius dan akan terus berkembang jika unsur di dalam sistem itu sendiri tidak ada perubahan, tidak ada reformasi di bidang itu sendiri. Karakter bangsa Indonesia yang kurang baik merupakan aktor utama dari segala ketidaksesuaian pelaksanaan hukum di negari ini. Perlu ditekankan sekali lagi, walaupun tidak semua penegakan hukum di Indonesia tidak semuanya buruk, Namun keburukan penegakan ini seakan menutupi segala keselaran hukum yang berjalan di mata masyarakat. Begitu banyak kasus-kasus hukum yang silih berganti dalam kurun waktu relatif singkat, bahkan bersamaan kejadiaannya. Perlu ada reformasi yang sebenarnya, karena permasalahan hukum ini merupakan permasalahan dasar suatu negara, bagaimana masyarakat bisa terjamin keamanannya atau bagaimana masyarakat bisa merasakan keadilan yang sebenarnya, hukumlah yang mengatur semua itu, dan perlu digaris-bawahi bahwa hukum sebanarnya telah sesuai dengan kehidupan masyarakat, tetapi pihak-pihak yang ingin mengambil keuntungan baik pribadi maupun kelompok merupakan penggagas segala kebobrokan hukum di negeri ini.
Perlu banyak evaluasi-evaluasi yang harus dilakukan, harus ada penindaklanjutan yang jelas mengenai penyelewengan hukum yang kian hari kian menjadi. Perlu ada ketegasan tersendiri dan kesadaran yang hierarki dari individu atau kelompok yang terlibat di dalamnya. Perlu ditanamkan mental yang kuat, sikap malu dan pendirian iman dan takwa yang sejak kecil harus diberikan kepada kader-kader pemimpin dan pelaksana aparatur negara atau pihak-pihak berkepentingan lainnya. Karena baik untuk hukum Indonesia, baik pula untuk bangsanya dan buruk untuk hukum di negeri ini, buruk pula konsekuensi yang akan diterima oleh masayarakat dan Negara.
B. SARAN
Kami menyadari makalah ini masih mempunyai kekurangan dan demi penyempurnaan makalah ini. Maka kami membutuhkan kritik dan saran yang bersifat positif atau membangun dari pembaca dan semoga makalah ini bermanfaat untuk pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Alkotsar, Artidjo, Negara Tanpa Hukum (Yogyakarta: UII, 2000)
Hujibers, Theo, Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah (Yogyakarta: Kanisius, 1995)
Husni, M. Moral dan Keadilan Sebagai Landasan Penegakan Hukum, Jurnal Equality Vol. 11, (2006)
Prasetyo, Teguh, Hukum dan Sistem Hukum Berdasarkan Pancasila (Yogyakarta: Media Perkasa, 2013)
Rahardjo, Satjipto, Ilmu Hukum (Bandung: Citra Aditya Bakti,1996)
Wignjosoebroto, Soetandyo, Dari Hukum Kolonial Ke Hukum Nasional, Dinamika Sosial Politik Dalam Perkembangan Hukum Di Indonesia (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,1995)