KEMAJEMUKAN AGAMA, RAS, DAN ETNIK
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Konsep Dasar Ips Yang Diampu oleh Dosen: Nurjaman M.Pd.I
Disusun Oleh: Kelompok 6
Anindia Frasisca 170641173
Resta Yuliana 1706411
Kelas: SD17 A5
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH CIREBON
2017 / 2018
DAFTAR ISI
KATA PENGHANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan 2
BAB II PEMBAHASAN 3
A. Kemajemukan Masyarakat di Indonesia 3
B. Pemgaruh Kemajemukan Masyarakat di Indonesia 4
C. Kemajemukan Agama 5
D. Kemajemukan Ras 7
E. Kemajemukan Etnik 9
BAB III PENUTUP 10
A. Kesimpulan 10
B. Saran 10
DAFTAR PUSTAKA 12
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah S.W.T yang telah memberikann kenikmatan kepada kami sehingga telah terselesaikan makalah Konsep Dasar Ips ini. Makalah ini kami susun untuk untuk keperluan tugas perkuliahan.
Kami selaku penulis berharap semoga kelak makalah ini dapat berguna dan juga bermanfaat serta menambah wawasan tentang pengetahuan kita semua. Dalam pembuatan makalah ini kami sangat banyak terdapat kekurangan dalam penulisan makalah ini, dan membutuhkan saran serta perbaikanny. Oleh karna itu kami sangat berterima kasih jika ada yang mau memberikan saran dan kritikannya demi perbaikan maklah ini.
Semoga makalah yang sederhana ini bisa dengan mudah di mengerti dapat di pahami maknanya. Kami minta maaf bila ada kesalahan kata dalam penulisan makalah ini, serta bila ada kata – kata yang kurang berkenan di hati pembaca.
Cirebon, 24 April 2018
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang tersebar dari Sabang sampai Merauke ini, terdiri dari bermacam suku bangsa, budaya, ras dan agama. Disebut juga masyarakat majemuk atau multikultur. Kondisi masyarakat seperti ini jika berjalan serasi dan harmonis akan menciptakan integrasi sosial. Jika tidak, terjadilah disintegrasi sosial atau konflik sosial. Pengaruh kemajemukan masyarakat yang perlu diperhatikan karena dapat menimbulkan konflik sosial adalah munculnya sikap primordial (primordialisme) yang berlebihan dan stereotip etnik.
Indonesia dikenal dengan kemajemukan masyarakat, baik dari sisi etnisitas maupun budaya serta agama dan kepercayaannya. Kemajemukan juga menjangkau pada tingkat kesejahteraan ekonomi, pandangan politik serta kewilayahan, yang semua itu sesungguhnya memiliki arti dan peran strategis bagi masyarakat Indonesia. Meski demikian, secara bersamaan kemajemukan masyarakat itu juga bersifat dilematis dalam kerangka penggalian, pengelo1aan, serta pengembangan potensi bagi bangsa Indonesia untuk menapaki jenjang masa depannya.
Kemajemukan masyarakat Indonesia dapat berpotensi membantu bangsa Indonesia untuk maju dan berkembang bersama. Sebaliknya, jika kemajemukan masyarakat tersebut tidak dikelola dengan baik, maka akan menyuburkan berbagai prasangka negatif (negative stereotyping) antar individu dan kelompok masyarakat yang akhirnya dapat merenggangkan ikatan solidaritas sosial.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kemajemukan masyarakat di Indonesia?
2. Bagaimana pengaruh kemajemukan masyarakat di Indonesia? \
3. Apa yang dimaksud dengan kemajemukan agama?
4. Apa yang dimaksud dengan kemajemukan ras?
5. Apa yang dimaksud dengan kemajemukan etnik?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui kemajemukan masyarakat di Indonesia.
2. Untuk mengetahui pengaruh kemajemukan masyarakat di Indonesia.
3. Untuk mengetahui apa itu kemajemukan agama.
4. Untuk mengetahui apa itu kemajemukan ras.
5. Untuk mengetahui apa itu kemajemukan etnik.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kemajemukan Masyarakat di Indonesia
Keragaman yang terdapat dalam kehidupan sosial manusia melahirkan masyarakat majemuk. Majemuk berarti banyak ragam, beraneka, berjenis-jenis. Istilah Masyarakat Indonesia Majemuk pertama kali diperkenalkan oleh Furnivall dalam bukunya Netherlands India : A Study of Plural Economy (1967), yang isinya menggambarkan kenyataan masyarakat Indonesia yang terdiri dari keanekaragaman ras dan etnis sehingga sulit bersatu dalam satu kesatuan sosial politik. Kemajemukan masyarakat Indonesia ditunjukkan oleh struktur masyarakatnya yang unik, karena beranekaragam dalam berbagai hal. Selain itu ia juga mengatakan bahwa ciri utama masyarakatnya adalah berkehidupan secara berkelompok yang berdampingan secara fisik, tetapi terpisah oleh kehidupan sosial dan tergabung dalam suatu satuan politik. Konsep ini merujuk pada masyarakat Indonesia masa kolonial. Masyarakat Hindia-Belanda waktu itu dalam pengelompokan komunitasnya didasarkan atas ras, etnik, ekonomi, dan agama. Konsep masyarakat majemuk Furnivall diatas, dipertanyakan validitasnya sekarang ini sebab telah terjadi perubahan fundamental akibat pembangunan serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. (Hermawan, Ruswandi dkk. 2006. Perkembangan Masyarakat dan Budaya). Usman Pelly (1989) mengkategorikan masyarakat majemuk disuatu kota berdasarkan dua hal, yaitu pembelahan horizontal dan pembelahan vertikal.( Kuswanto dan Bambang Siswanto. 2003. Sosiologi).
Secara horizontal, masyarakat majemuk dikelompokan berdasarkan: (Kuswanto dan Bambang Siswanto. 2003. Sosiologi)
a) Etnik dan ras tau asal usul keturunan
b) Bahasa daerah
c) Adat istiadat atau perilaku
d) Agama
e) Pakaian, makanan, dan budaya material lainnya.
Secara vertikal, masyarakat majemuk dikelompokan berdasarkan: (Kuswanto dan Bambang Siswanto. 2003. Sosiologi)
a) Penghasilan atau ekonomi
b) Pendidikan
c) Pemukiman
d) Pekerjaan
e) Kedudukan sosial politik
Adapun ciri-ciri masyarakat majemuk yaitu: (Kuswanto dan Bambang Siswanto. 2003. Sosiologi)
a) Segmentasi ke dalam kelompok-kelompok
b) Kurang mengembangkan consensus
c) Sering mengalami konflik
d) Integrasi sosial atas paksaan
e) Dominasi suatu kelompok atas kelompok lain
B. Pengaruh Kemajemukan Masyarakat di Indonesia
1. Keadaan geografis wilayah Indonesia
Kondisi geografis Indonesia yang berupa kepulauan yang dipisahkan oleh laut dan selat memungkinkan penduduk yang menempati pulau itu tumbuh menjadi kesatuan suku bangsa yang terisolasi dengan yang lain. Setiap suku bangsa mengembangkan pola perilaku, bahasa, dan ikatan kebudayaan lainnya yang berbeda dengan suku bangsa yang lain. (Hermawan, Ruswandi dkk. 2006. Perkembangan Masyarakat dan Budaya).
2. Letak kepulauan Indonesia diantara dua benua dan dua samudra
Letak geografis Indonesia memungkinkan masuknya pengaruh asing dari berbagai bangsa.Bangsa asing tertarik untuk dating, singgah, dan menetap di Indonesia.Mereka berupaya memperkenalkan budayanya terhadap bangsa Indonesia. (Hermawan, Ruswandi dkk. 2006. Perkembangan Masyarakat dan Budaya).
3. Pembangunan
Pembangunan di berbagai sektor memberikan pengaruh bagi keberagaman masyarakat Indonesia. Kemajemukan ekonomi dan industralisasi yang terjadi dalam masyarakat Indonesia menghasilkan kelas sosial yang didasarkan pada aspek ekonomi. (Hermawan, Ruswandi dkk. 2006. Perkembangan Masyarakat dan Budaya).
4. Iklim dan tingkat kesuburan tanah yang berlainan di berbagai daerah di Indonesia
Iklim yang berbeda diberbagai daerah menimbulkan kondisi alam yang berlainan pula kondisi demikian akan membentuk pola perilaku dan sistem mata pencaharian yang berbeda. Pada akhirnya akan tercipta keberagaman antar daerah di Indonesia. (Hermawan, Ruswandi dkk. 2006. Perkembangan Masyarakat dan Budaya).
C. Kemajemukan Agama
Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat religius (agamis). Kesetiaan dan kepatuhan nilai hidup religius atau keagamaan menjadi jiwa atau semangat dasar sumber inspirasi, motivasi, dan tonggak pedoman arah bagi manusia dalam menentukan dan mengambil sikap yang tepat dan benar terhadap setiap perkembangan dan kemajuan yang ada. Agama-agama di Indonesia, melalui doktrin-doktrin imannya mengajarkan bahwa dalam hubungan dengan sesama, manusia senantiasa berusaha menciptakan sebuah relasi sosial yang harmonis dan human. Manusia menjadi sesama bagi orang lain, yang ditunjukan lewat sikap saling menghormati dan menghargai, saling membantu dan melayani serta saling mencintai. (Maula, Shinta Soviatul. 2013. Keanekaragaman Agama, Ras dan Etnik. Di akses dari http: //nta-valen sweety.blogspot.com pada tanggal 18 Oktober 2014 pukul 11:19 Wib).
Dalam hubungannya dengan lingkungan sekitar, setiap agama mengajarkan agar manusia senantiasa berusaha mengolah, dan memelihara kelestariannya. Kesalehan hidup religius dan kesetiaan pada komitmen moral menjadi kompas kehidupan bagi manusia Indonesia di tengah amukan dan arus badai masyarakat global. Penghayatan hidup religius yang baik dan benar serta kesetiaan merupakan komitmen moral menjadikan manusia semakin manusiawi dan mampu menilai secara kritis setiap perkembangan dan kemajuan yang ada, serta dapat menentukan sikap yang tepat dan benar dalam situasi tersebut. Dengan demikian tidak dapat tergoda dan tenggelam dalam superioritas dangkal dan mental mencari gampang. Fakta bahwa manusia sering mengalami keterpecahan dan teraleinasi dari diri dan dunianya, merupakan indikasi bahwa orang belum menghayati hidupnya secara baik dan benar sesuai dengan ajaran imannya. Ia belum sanggup mengaktualisasikan visi dan misi dasar keagamaannya. (Maula, Shinta Soviatul. 2013. Keanekaragaman Agama, Ras dan Etnik. Di akses dari http: //nta-valen sweety.blogspot.com pada tanggal 18 Oktober 2014 pukul 11:19 Wib).
Kebinekaan agama (Islam, Protestan, Hindu, Budha, Katolik, Konghuchu dan Aliran Kepercayaan Kepada Tuhan Yang Maha Esa.) merupakan kenyataan hidup dalam masyarakat Indonesia. Setiap agama itu mempunyai ajaran dan cara mengungkapkan diri yang berbeda dalam kehidupan konkret, namun semuanya mempunyai satu tujuan, yakni mau membimbing dan menuntun manusia kepada keselamatan. Setiap agama mengajarkan dan menunjukkan kepada manusia jalan keselamatan, lewat ajarannya tentang kebenaran, keadilan dan kasih. Setiap agama melalui doktrin imannya, tidak pernah membenarkan dan mengamini setiap perbuatan dan tindakan manusia yang dapat merugikan dan menghancurkan kehidupan sesama dan lingkungannya. Ia mengajarkan bahwa dalam hubungan dengan sesama, manusia kiranya senantiasa berusaha menciptakan sebuah relasi sosial yang harmonis dan human. Manusia semestinya selalu menjadi sesama orang lain. Hal ini dapat ditunjukkan lewat sikap saling menghormati dan menghargai, saling membantu dan melayani serta saling mencintai. Dalam hubungan dengan lingkungan sekitar, setiap agama mengajarkan agar manusia senantiasa berusaha mengolah, menjaga, dan memelihara kelestariannya, bukan mengeksploitasi dan merusakannya. (Maula, Shinta Soviatul. 2013. Keanekaragaman Agama, Ras dan Etnik. Di akses dari http: //nta-valen sweety.blogspot.com pada tanggal 18 Oktober 2014 pukul 11:19 Wib).
Kesetiaan dan kepatuhan menghayati nilai-nilai hidup religius atau keagamaan menjadi jiwa atau semangat dasar, sumber inspirasi, motivasi dan tonggak pedoman arah bagi manusia Indonesia, dalam menentukan dan mengambil sikap yang tepat dan benar terhadap setiap perkembangan dan kemajuan yang ada. Dengan demikian manusia Indonesia tidak terjerumus dan tergiur untuk menikmati tawaran-tawaran kenikmatan dunia yang dangkal, seperti kekuasaan, pangkat, popularitas diri, dan harta kekayaan. Sebaliknya, dengan menghayati nilai-nilai religius atau keagamaan secara baik dan benar, orang justru semakin terbuka dan kritis untuk mengevaluasi dan melihat nilai-nilai luhur yang ada dibalik setiap perkembangan dan kemajuan yang, Juga orang akan semakin peka dan tanggap memperhatikan kehidupan sesama dan kelestarian lingkungan sekitarnya. Dengan demikian manusia tidak kehilangan identitas dan jati dirinya sebagai homo religious dan man for other’s di tengah arus kemajuan tingkat peradabannya sendiri. (Maula, Shinta Soviatul. 2013. Keanekaragaman Agama, Ras dan Etnik. Di akses dari http: //nta-valen sweety.blogspot.com pada tanggal 18 Oktober 2014 pukul 11:19 Wib).
D. Kemajemukan Ras
Kata ras berasal dari bahasa prancis dan Italia, yaitu razza. Pertama kali istilah ini diperkenalkan Franqois Bernier, antropologi prancis untuk mengemukakan gagasan tentang pembedaan manusia berdasarkan kategori atau karakteristik warna kulit dan bentuk wajah. Setelah itu, orang lalu menetapkan hierarki manusia berdasarkan karakteristik fisik atau biologis. (Kuswanto dan Bambang Siswanto. 2003. Sosiologi).
Ras adalah kategori individu yang secara turun-temurun memiliki ciri fisik dan biologis tertentu. Manusia di dunia pasti memiliki perbedaan fisik seperti warna kulit, bentuk hidung, bentuk rambut, dan sebagainya antara manusia lainnya dimuka bumi. Ciri-ciri yang menjadi identitas dari ras bersifat objektif atau somatic. Secara biologis, konsep ras selalu dikaitkan dengan pemberian karakteristik seseorang atau sekelompok orang ke dalam suatu kelompok tertentu yang secara genetik memiliki kesamaan fisik, seperti warna kulit, mata, rambut, hidung, atau potongan wajah. Perbedaan seperti itu hanya mewakili faktor tampilan luar. (Kuswanto dan Bambang Siswanto. 2003. Sosiologi).
Semua kelompok ras kurang lebih sama dalam karakteristik fisik yang penting. Meskipun terdapat beberapa pengecualian, perbedaan fisik yang ada hanyalah bersifat kosmetik dan tidak fungsional.Perbedaan fisik pada makhuk manusia sangat sedikit, jika dibandingkan dengan perbedaan fisik yang terdapat pada banyak makhluk hidup lainnya, misalnya anjing dan kuda. (Kuswanto dan Bambang Siswanto. 2003. Sosiologi)
Kebanyakan ilmuwan dewasa ini sependapat bahwa semua kelompok ras termasuk dalam satu rumpun yang merupakan hasil dari suatu proses evolusi, dan semua kelompok ras kurang lebih sama kadar kemiripannya dengan hewan lainnya. (Kuswanto dan Bambang Siswanto. 2003. Sosiologi)
a. Klasifikasi ras di dunia
Di dunia ini dihuni berbagai ras. Pada abad ke-19, para ahli biologi membuat klasifikasi ras atas tiga kelompok, yaitu: (Kuswanto dan Bambang Siswanto. 2003. Sosiologi)
- Kaukasoid.
- Negroid.
- Mongoloid.
b. Ras atau Sub-Ras di Indonesia
Adapun ras atau subras yang mendiami kepulauan Indonesia adalah sebagai berikut: (Kuswanto dan Bambang Siswanto. 2003. Sosiologi)
Ø Papua melanesoid yang mendiami wilayah Papua, Aru, dan Kai.
Ø Weddoid yang mendiami daerah Sumatra bagian barat laut.
Ø Malayan Mongoloid yang meliputi Proto Melayu.
Ø Negroid yang mendiami pegunungan Maoke Papua.
Ø Asiatic Mongoloid yang terdiri atas keturunan Tionghoa dan Jepang yang tinggal di Indonesia.
Ø Kaukasoid terdiri atas keturunan Belanda, Inggris, keturunan Arab, India, Pakistan yang tinggal di Indonesia.
E. Kemajemukan Etnik
Para ahli sosisologi menggunakan istilah kelompok etnik untuk menyebutkan setiap kelompok baik kelompok ras maupun yang bukan kelompok ras yang secara social dianggap dan telah mengembangkan sub kulturnya sendiri. Dengan kata lain, suatu kelompok etnik adalah kelompok yang diakui oleh masyarakat dan oleh kelompok etnik itu sendiri itu sebagai suatu kelompok yang tersendiri. Walaupun perbedaan kelompok dikaitkan dengan nenek moyang tertentu, namun cirri-ciri pengenalannya dapat berupa bahasa, agama, wilayah kediaman, kebangsaan, bentuk fisik, atau gabungan dari beberapa cirri tersebut. Istilah tersebut dapat digunakan bila mana beberapa perbedaan kelompok dianggap cukup penting sehingga dapat dipakai untuk memisahkan suatu kelompok tertentu dari kelompok lainnya. (Paul B. Horton dan Chester L. Hunt. 1984. Sosiologi Jilid 2 Edisi Keenam).
Sesaat setelah perang dunia kedua usai, pada masa itu orang-orang amerika terlibat dalam pertentangan pendapat yang sengit menyangkut masalah apakah “keunggulan orang kulit putih” dan “pemisahan (segregasi) orang kulit hitam” masih harus dipertahankan. Meskipun pola pemikiran semacam itulah yang dipertahankan selama abad yang lalu, namun banyak orang kulit putih maupun orang kulit hitam, dan bahkan semakin meningkat jumlanya, yang memperjuangkan kebijakan yang menilai individu berdasarkan kualitas dirinya dan terlepas dari identitas kelompok etniknya. (Paul B. Horton dan Chester L. Hunt. 1984. Sosiologi Jilid 2 Edisi Keenam).
Kelompok-kelompok etnik kecil sering mendukung gerakan independent dan yang bertujuan untuk melepaskan diri dari kerja sama politik dengan kelompok etnik lainnya. Banyak orang yang mewakili Negara dunia ketiga mengatakan bahwa kelompok-kelompok ras minoritas amerika pada hakekatnya merupakan kelompok terjajah, oleh karena itu mereka harusnya melepaskan diri dari kekuasaan kelompok mayoritas. (Paul B. Horton dan Chester L. Hunt. 1984. Sosiologi Jilid 2 Edisi Keenam).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Istilah masyarakat Indonesia majemuk pertama kali diperkenalkan oleh Furnivall dalam bukunya Netherlands India : A Study of Plural Economy (1967), untuk menggambarkan kenyataan masyarakat Indonesia yang terdiri dari keanekaragaman ras dan etnis sehingga sulit bersatu dalam satu kesatuan sosial politik. Kemajemukan masyarakat Indonesia ditunjukkan oleh struktur masyarakatnya yang unik, karena beranekaragam dalam berbagai hal.
Faktor yang menyebabkan kemajemukan masyarakat Indonesia adalah sebagai berikut : keadaan geografi Indonesia yang merupakan wilayah kepulauan, letak Indonesia diantara Samudra Indonesia dan Samudra Pasifik serta diantara Benua Asia, iklim yang berbeda serta struktur tanah di berbagai daerah kepulauan Nusantara ini merupakan faktor yang menciptakan kemajemukan regional.
Pengaruh kemajemukan masyarakat Indonesia berdasarkan agama, ras dan suku bangsa dapat dibagi atas pengaruh positif dan negatif. Pengaruh positifnya adalah terdapat keanekaragaman budaya yang terjalin serasi dan harmonis sehingga terwujud integrasi bangsa. Pengaruh negatif, munculnya sikap primordial (primordialisme) yang berlebihan yang mewarnai interaksi sosial sehingga muncul disintegrasi atau konflik sosial.
B. Saran
Di tengah arus reformasi dewasa ini, agar selamat mencapai Indonesia Baru, maka idiom yang harus lebih diingat-ingat dan dijadikan landasan kebijakan mestinya harus berbasis pada konsep Bhinneka Tunggal Ika. Artinya, sekali pun berada dalam satu kesatuan, tidak boleh dilupakan, bahwa sesungguhnya bangsa ini berbeda-beda dalam satu kemajemukan.
Dengan demikian keanekaragaman tersebut merupakan suatu warna dalam kehidupan, dan warna-warna tersebut akan menjadi serasi, indah apabila ada kesadaran untuk senantiasa menciptakan dan menyukai keselarasan dalam hidup melalui persatuan yang indah yang diwujudkan melalui integrasi. Maka, Indonesia baru yang kita ciptakan itu, hendaknya ditegakkan dengan menggeser perbadaan yang ada dengan mengedepankan keBhinnekaan sebagai strategi integrasi nasional. Namun, jangan sampai kita salah langkah, yang bisa berakibat yang sebaliknya: sebuah konflik yang berkepanjangan.
DAFTAR PUSTAKA
Hermawan, Ruswandi dkk. 2006. Perkembangan Masyarakat dan Budaya. Bandung:
UPI PRESS
Kuswanto dan Bambang Siswanto. (2003). Sosiologi. Solo: Tiga Serangkai
Maula, Shinta Soviatul. 2013. Keanekaragaman Agama, Ras dan Etnik. Di akses dari
http://nta-valen sweety.blogspot.com
Paul B. Horton dan Chester L. Hunt. 1984. Sosiologi Jilid 2 Edisi Keenam. Jakarta :
Erlangga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar